ULTAH TERAKHIR JONI
Mungkin Joni bukanlah satu-satunya orang di dunia ini yang mengalami
nasib seperti yang dialaminya. Sejak umur 13 tahun atau tepatnya 5 tahun yang lalu, seorang
dokter telah memvonisnya terserang penyakit jantung. Penderitaannya belum
berakhir sampai di situ, dokter juga memvonisnya terserang penyakit paru-paru. Biasanya kedua
penyakit itu sering diderita orang dewasa, bukanlah anak remaja seperti dia.
Kedengarannya memang tidak wajar, tetapi itulah yang dia alami saat ini. Sudah
jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin itulah ungkapan yang tepat untuk
menggambarkan kondisi Joni. Kedua orang tuanya hanya bisa pasrah kepada Tuhan atas
penyakit yang
menimpa anak kesayangannya.
Padahal, kakak kandung Joni tidak
pernah menderita penyakit yang sedemikian hebatnya ini. Hanya dia saja yang mengalami penyakit
separah ini. Penyakit yang hampir pernah membuatnya mengambil keputusan untuk
mengakhiri hidup ini. Daripada terus-terusan hidup menderita seperti ini, lebih
baik mengakhiri hidup saja. Tetapi, keputusan itu tidak jadi diambilnya, karena dia berpikir bahwa dia bukanlah
seorang laki-laki yang pasrah begitu
saja kepada nasib. Lebih baik mati dalam pelukan Tuhan,
daripada mati konyol minum racun serangga atau mati gantung diri. Itulah
prinsip yang dipegang teguh oleh Joni.
“Tidak, aku harus tetap hidup menjalani kehidupanku seperti anak remaja lainnya, walaupun
kelihatannya sangat berat bagiku. Aku yakin, Tuhan punya jalan lain. Ini berarti, Tuhan masih
menyayangiku. Kalau tidak, mungkin aku sudah tidak bisa menghirup udara di
dunia ini sejak aku lahir”, kata Joni meyakinkan hatinya pada saat ia ingin
bertindak bodoh.
*****
Mentari pagi telah menampakkan
wajahnya yang berseri-seri, seperti wajah seseorang yang tidak asing lagi di
dalam kehidupannya, wajah yang selalu mengisi hari-harinya di sekolah, wajah
yang sejak dulu selalu dia simpan dalam lubuk hati yang terdalam. Ya, wajah itu
adalah wajah Diva. Seorang wanita yang selama ini telah menjadi kekasihnya selama dia duduk di bangku
SMA sampai dia duduk di bangku kelas III seperti sekarang ini.
Walaupun Diva telah mengetahui
penyakit yang diderita Joni, tetapi Diva tidak begitu saja mencampakkannya. Layaknya
seseorang yang mengidap penyakit aids, lantas dikucilkan oleh masyarakat.
Tidak, Diva bukanlah sosok wanita seperti itu. Lagipula Joni juga tidak mengidap penyakit aids. Yang dia
lakukan adalah terus dan terus memberikan semangat kepada Joni agar selalu bangkit dan sembuh melawan penyakitnya. Karena sifat
itulah yang membuat Joni semakin sayang pada Diva.
“Aku yakin Jon, kamu pasti bisa
sembuh. Asalkan kamu mau bangkit dan berkeinginan kuat untuk melawannya”, kata
Diva yang selalu ia ucapkan kepada Joni. Dan
kata-kata itu selalu terngiang dalam ingatannya dan tak mungkin hilang tersapu
oleh waktu.
*****
Pagi itu Joni telah bersiap-siap untuk berangkat menuju sekolah
kesayangannya. Sebenarnya bukanlah sekolah itu yang membuatnya sayang
kepadanya. Tetapi, cewek yang telah memikat hatinyalah yang membuat dia
menyayangi sekolahnya itu.
Dengan menaiki sepeda motor pemberian ayahnya, Joni memulai harinya di sekolah. Sengaja sepeda motor itu dibelikan
oleh ayahnya agar Joni cepat sembuh. Sebenarnya tak pernah sedikitpun terbesit
olehnya untuk memiliki sebuah sepeda
motor. Tetapi, karena ayahnya telah membelikan untuknya,
dia pun tidak mau menolaknya. Dan dia pun tidak pernah berpikir macam-macam atas
kebaikan ayahnya. Lagipula, jarak antara rumah Joni dan sekolahnya terbilang cukup jauh. Maka kehadiran
sepeda motor
itupun menjadi sangat berarti baginya. Selain itu, dia juga lebih leluasa untuk
mengajak Diva pergi hanya sekedar untuk berjalan-jalan ataupun pergi ke rumah
temannya dengan sepeda motor itu.
Sebelum dia berangkat menuju ke sekolah, tak lupa dia melakukan tugas
rutinnya, yaitu menjemput Diva yang jarak rumahnya tidak terlalu jauh dari
rumahnya. Setelah sampai, Diva pun sudah menanti di depan pintu. Setelah itu,
kedua insan manusia itu langsung berangkat menuju ke sekolah.
“Kamu tahu gak Div? Besok aku mau merayakan ultahku di rumah. Kamu harus datang lho! Hukumnya wajib,
he...he... Aku juga sudah bikin undangan buat teman-teman yang lain kok”, kata Joni
dalam perjalanan.
“Iya... ya, besok kan hari ultahmu. Besok aku pasti datang. Aku mau bikin surprise buat
kamu. Tunggu aja besok”, kata Diva sambil tersenyum.
“Aku juga mau ngasih surprise ke kamu. Bahkan nggak bakalan kamu lupain
deh seumur hidup”, sahut Joni.
“Wah kayaknya seru banget tuh. Emangnya kamu mau ngasih aku surprise
apaan sih? Jadi penasaran nih”, tanya Diva.
“Kalo aku ngasih tahu sekarang, namanya bukan surprise dong. Pokoknya,
tunggu aja besok”, kata Joni meyakinkan.
“Iya deh, beneran ya”, kata Diva.
Setelah beberapa menit, mereka sampai ke sekolah dan langsung memulai
kegiatan belajarnya.
*****
“Tet...tet....tet...”. Bel sekolah telah berbunyi dan jam di dinding
telah menunjukkan pukul setengah 2
siang. Itu artinya, jam pelajaran telah habis. Joni segera keluar dari kelas dan langsung
menghampiri Diva di kelas sebelahnya. Mereka langsung menuju tempat di mana
motor Joni diparkir. Kemudian mereka langsung pulang ke rumah.
“Mampir dulu Jon, minum-minum dulu. Kelihatannya kamu haus banget”, ajak Diva untuk
sekedar mampir ke rumahnya.
“Ah, gak usah. Aku belum haus kok. Aku langsung pulang aja ya. Daaaah.....”,
kata Joni sambil tancap gas.
Sesampainya di tengah jalan, ada sesuatu yang aneh yang dirasakan dalam
tubuh Joni. Sepertinya rasa itu tak asing lagi baginya. Rasa yang selalu muncul
setiap saat tanpa mengenal waktu. Tak salah lagi, penyakit jantung Joni kambuh
lagi. Tak urung Joni pun langsung kehilangan keseimbangan saat menaiki sepeda motornya. Dan akhirnya, dia pun
menabrak pohon besar di tepi jalan. Sehingga dia langsung jatuh tersungkur.
Beberapa orang yang melihatnya langsung segera membawanya ke rumah
sakit. Tak berapa lama pun, keluarga Joni langsung mendengar kabar tentang kecelakaan anaknya melalui seseorang yang mendatangi rumahnya. Orang itu mengetahui alamat rumah Joni dari
Kartu Pelajar yang ada dalam tasnya. Kecelakaan itu
terbilang cukup parah, Joni mengalami pendarahan di kepalanya akibat terbentur
pohon. Betapa kaget kedua orang tua dan kakaknya ketika melihat Joni terbaring
di ruang ICU. Diva yang juga mendengar kabar ini langsung menyusulnya ke rumah sakit
bersama teman-temannya.
*****
Malam semakin larut. Jam menunjukkan pukul 12 kurang 15 menit. Suasana rumah sakit semakin sunyi. Diva dan
teman-temannya sudah lebih dulu pulang ke rumah. Hanya ada Bapak dan Ibunya
Joni yang menemaninya terbaring di atas kasur ruang ICU. Tangan
Joni terlihat bergerak-gerak, dan tak berapa lama terdengar suara Joni
memanggil-manggil ayah dan ibunya.
“Bapak...
Ibuu....
Bapak.... Ibu..... Joni kenapa Bu?”, suara Joni mengagetkan ayah dan ibunya.
Dengan
cepat Ibu dan Ayah Joni langsung mendekatinya dan menceritakan semua kejadian
yang telah menimpanya. Joni pun hanya bisa terbaring lemah sambil mendengar
cerita dari ibunya. Setelah ibunya selesai berbicara, terlihat Joni seperti
ingin berkata sesuatu pada ibunya.
“ Bu, Joni mau ngomong sama Ibu”,
Joni menghela napas.
“Di acara ultah Joni besok, Joni pengen semua anggota
keluarga kita, dan semua teman Joni berkumpul di rumah kita Bu”, kata Joni.
“Tenang Nak, besok seluruh keluarga
akan Ibu undang Nak, termasuk tetangga-tetangga kita juga. Asalkan dokter sudah bisa mengijinkan Joni untuk
pulang ke rumah besok. Atau paling tidak, dokter membolehkan untuk dirawat jalan di rumah”, kata Ibu.
“Terima kasih Bu, Bapak, dan juga Kakak yang sudah merawat Joni sampai sekarang ini”, kata Joni.
Seketika
itu Joni menghirup napas
dalam-dalam lalu menghembuskannya. Kali ini hembusan napasnya terlihat sangat beda. Hembusan napas itu begitu pelan dan damai. Namun, siapa sangka jika itu adalah hembusan napas terakhir yang keluar dari hidungnya. Setelah itu tak ada lagi suara napas yang
keluar dari hidung Joni.
Ya, kali ini Joni benar-benar menghembuskan napas
untuk yang terakhir kalinya. Joni telah dijemput oleh malaikat untuk memenuhi panggilan Tuhan. Jam tepat menunjukkan pukul 12 malam. Ini berarti hari
ulang tahun sekaligus hari kematian Joni. Seketika itu juga, suara
tangis orang tua Joni pecah memenuhi seluruh ruangan rumah sakit.
*****
Jenazah Joni telah tiba di rumah.
Semua keluarga, kerabat, tetangga dan teman-teman Joni telah berkumpul di rumahnya. Tepat, seperti permintaan terakhir Joni sebelum meninggal. Mereka sangat terpukul mendengar berita kematian Joni. Apalagi
Diva yang terlihat pingsan setelah melihat jenazah Joni terbaring kaku dibalut kain kafan.
Beberapa teman Joni
ingin melihat wajah Joni untuk yang terakhir kalinya. Tepat di samping jenazah
Joni, terdapat kue ulang tahun yang sangat besar dan dihiasi oleh lilin
yang membentuk angka 18 dengan api kecil
di atasnya. Ya, 18 tahun adalah usia yang sudah ditempuh
oleh Joni dalam mengarungi pahit dan manisnya hidup di dunia ini. Di usia ke-18
tahun pula ia harus mengakhiri cerita hidupnya. Mungkin inilah surprise yang akan
diberikannya kepada Diva. Sebuah kejutan yang tak akan pernah dilupakan Diva
seumur hidupnya. Sampai akhir hayatnya…
***********
Penulis: Arifin Putra Solo
* Cerita ini diangkat dari kisah nyata seorang sahabat. Cerita ini
pernah dikirim ke salah satu koran ternama di Kota Solo. Pada hari minggu,
cerita ini pun diterbitkan di koran tersebut. Namun sayangnya, nama tokohnya
diganti dan latar ceritanya sedikit dirubah. Dan yang lebih mengejutkan lagi
nama penulisnya juga diganti dengan nama orang lain. Sejak saat itulah Penulis tidak
mau lagi mengirim ceritanya ke koran tersebut. Karena hasil karyanya telah
dijiplak oleh redaksi.